BATAM
– www.jejakkasus.info - Kasus Limbah bahan berbahaya dan beracun
(B3) berupa serbu logam padat yang sudah terkontaminasi dengan tanah tertumpuk
di PT Sempurna Wahyu Metalindo (SWM) di Tanjunguncang, Batuaji. Wakil
Wali Kota Batam, Rudi, langsung mengecek keberadaan limbah tersebut di lapangan
siang tadi (19/6). Ia minta pihak perusahaan segera membereskan limbah tersebut
ke tempat yang disediakan.
Informasi dari lapangan, limbah B3 itu sudah ada sejak enam bulan lalu. Dulunya PT SWM bergerak di industri peleburan logam. Pemilik perusahan PT SWM yang diketahui warga negara China sudah menjual perusahaan tersebut kepada salah satu pengusaha di Batam. Limbah tersebut baru diketahui saat pemilik awal PT SWM sudah kabur ke China.
Informasi dari lapangan, limbah B3 itu sudah ada sejak enam bulan lalu. Dulunya PT SWM bergerak di industri peleburan logam. Pemilik perusahan PT SWM yang diketahui warga negara China sudah menjual perusahaan tersebut kepada salah satu pengusaha di Batam. Limbah tersebut baru diketahui saat pemilik awal PT SWM sudah kabur ke China.
Apapun
alasanya, pihak kedua yang membeli lahan perusahaan itu diwajibkan untuk
membereskan limbah itu ke tempat yang aman. Karena kalau tidak akan merusak
ekosistem dan lingkungan sekitar.
“Saya sudah tinjau tadi ada sekitar 50 an ton limbah. Limbah itu sudah tercampur dengan tanah dan disimpan dalam karung di dalam perusahaan,” kata Rudi kepada wartawan di depan PT SWM.
Saat melakukan penijauan, oleh pihak perusahaan wartawan dilarang masuk. Wartawan hanya bisa mengambil gambar dan data dari luar perusahaan.
Atas temuan limbah itu, Rudi mengatakan pemkot Batam akan memanggil pemilik perusahaan.
“Besok jam tiga sudah harus ada pertemuan dengan pemilik perusahaan ini. Apapun alasan limbah ini harus segera di angkut ke lokasi pengolahan limbah, bukan tumpuk disini,” tegas Rudi.
Ip penyidik dari Bapedalda Batam menambahkan keberadaan limbah itu sebenarnya sudah lama di proses bahkan sudah diberi surat untuk clean up sejak tiga bulan yang lalu, namun pihak perusahaan masih keras kepala. Sehingga Rudi memberikan batasan waktu sampai besok untuk meminta penjelas dari pemilik perusahaan.
“Masalah limbah ini sudahh dilidik, tiga bulan waktu yang diberikan untuk clean up belum juga dilakukan, makanya hari ini wawako dan tim Bepedalda turun lagi,” kata Ip.
Rudi mengatakan jika pihak perusahaan tetap keras kepala dan tak mau mengangkut limbah itu maka, akan ada tindakan serius dari pihak Pemko Batam.
Sementara itu Bambang, Humas PT SWM yang hadir saat wawako sidak, enggan memberikan komentar kepada wartawan. “Sudahlah nanti di Pemko saja baru dibahas,”
“Saya sudah tinjau tadi ada sekitar 50 an ton limbah. Limbah itu sudah tercampur dengan tanah dan disimpan dalam karung di dalam perusahaan,” kata Rudi kepada wartawan di depan PT SWM.
Saat melakukan penijauan, oleh pihak perusahaan wartawan dilarang masuk. Wartawan hanya bisa mengambil gambar dan data dari luar perusahaan.
Atas temuan limbah itu, Rudi mengatakan pemkot Batam akan memanggil pemilik perusahaan.
“Besok jam tiga sudah harus ada pertemuan dengan pemilik perusahaan ini. Apapun alasan limbah ini harus segera di angkut ke lokasi pengolahan limbah, bukan tumpuk disini,” tegas Rudi.
Ip penyidik dari Bapedalda Batam menambahkan keberadaan limbah itu sebenarnya sudah lama di proses bahkan sudah diberi surat untuk clean up sejak tiga bulan yang lalu, namun pihak perusahaan masih keras kepala. Sehingga Rudi memberikan batasan waktu sampai besok untuk meminta penjelas dari pemilik perusahaan.
“Masalah limbah ini sudahh dilidik, tiga bulan waktu yang diberikan untuk clean up belum juga dilakukan, makanya hari ini wawako dan tim Bepedalda turun lagi,” kata Ip.
Rudi mengatakan jika pihak perusahaan tetap keras kepala dan tak mau mengangkut limbah itu maka, akan ada tindakan serius dari pihak Pemko Batam.
Sementara itu Bambang, Humas PT SWM yang hadir saat wawako sidak, enggan memberikan komentar kepada wartawan. “Sudahlah nanti di Pemko saja baru dibahas,”
Meski
Demikian’ Pria Sakti Presiden Jejak Kasus menegaskan, di dalam permasalahan
kasus Limbah B3, menyalahi koridor hokum berartimelawan hokum, dan melanggar hukum dan Berdasarkan data
analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) di UU RI No 32 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 62 ayat 2 bahwa sistem
informasi lingkungan hidup dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi dan wajib
dipublikasikan kepada masyarakat. Apalagi usaha ini sudah berlangsung puluhan
tahun. Diawal juga sudah disebutkan bahwa usaha ini sudah mempunyai AMDAL yang
disusun pada tahun 2007. Namun AMDAL tersebut perlu dikaji ulang karena dampak
yang ditimbulkan semakin membahayakan masyarakat.
Hal ini juga menimbulkan pertanyaan apakah AMDAL 2007 itu sesuai fakta yang ada di lapangan ataukah ada unsur manipulasi dalam proses proses penyusunannya. Penyusunan AMDAL juga sudah diatur dalam Pasal 22 sampai dengan 33 UU RI No 32 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Jika AMDAL tersebut disusun melalui langkah-langkah yang benar maka dampak negatif yang timbul dapat diminimalisir karena studi AMDAL dimaksudkan agar pembangunan suatu usaha industri dapat berlangsung secara berkesinambungan, dimana terdapat keseimbangan antara eksploitasi sumber daya alam, SDM, dan kelestarian alam sekitar, dengan cara mengelola buangan/limbah industri sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan sekitarnya.
Pencemaran lingkungan, baik air, tanah, polusi udara, serta kebisingan suara yang telah melebihi ambang batas. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan bagi masyarakat disekitarnya. Sehingga juga bisa diberlakukan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 99 yaitu sebagai berikut.
1) Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
3) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp9.000.000.000,00 (sembilan miliar rupiah).
Sedangkan Sanksi Pidana Tidak Mengantongi Ijin Amdal, yakni
Untuk sanksi Pidana diatur dalam bagian kedua UU No. 32 Tahun 2009 Dalam Pasal 109 UU No. 32 Tahun 2009 mengenai sanksi pidana bagi pemilik usaha yang tidak memiliki izin lingkungan :
“Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”. Kontak: 0821-4152-3999 (Ferry Nelson Saily)
Hal ini juga menimbulkan pertanyaan apakah AMDAL 2007 itu sesuai fakta yang ada di lapangan ataukah ada unsur manipulasi dalam proses proses penyusunannya. Penyusunan AMDAL juga sudah diatur dalam Pasal 22 sampai dengan 33 UU RI No 32 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Jika AMDAL tersebut disusun melalui langkah-langkah yang benar maka dampak negatif yang timbul dapat diminimalisir karena studi AMDAL dimaksudkan agar pembangunan suatu usaha industri dapat berlangsung secara berkesinambungan, dimana terdapat keseimbangan antara eksploitasi sumber daya alam, SDM, dan kelestarian alam sekitar, dengan cara mengelola buangan/limbah industri sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan sekitarnya.
Pencemaran lingkungan, baik air, tanah, polusi udara, serta kebisingan suara yang telah melebihi ambang batas. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan bagi masyarakat disekitarnya. Sehingga juga bisa diberlakukan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 99 yaitu sebagai berikut.
1) Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
3) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp9.000.000.000,00 (sembilan miliar rupiah).
Sedangkan Sanksi Pidana Tidak Mengantongi Ijin Amdal, yakni
Untuk sanksi Pidana diatur dalam bagian kedua UU No. 32 Tahun 2009 Dalam Pasal 109 UU No. 32 Tahun 2009 mengenai sanksi pidana bagi pemilik usaha yang tidak memiliki izin lingkungan :
“Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”. Kontak: 0821-4152-3999 (Ferry Nelson Saily)